Tidur Sebagai Satu Diantara Tanda Kekuasaan Allah Azza wa Jalla.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
وَمِنْ ءَايَاتِهِ مَنَامُكُم بِالَّليْلِ وَالنَّهَارِ وَابْتِغَآؤُكُم
مِّن فَضْلِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَسْمَعُونَ
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya adalah tidurmu diwaktu malam dan
siang hari serta usahamu mencari sebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
mendengarkan". [Ar Rum: 23]
Syaikh Abdur Rahman Bin Nashir As Sa’di berkata ketika menafsirkan ayat
di atas, “Tidur merupakan satu bentuk dari rahmat Allah sebagaimana yang
Ia firmankan.
وَمِن رَّحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِن فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"Dan karena rahmatNya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu
beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebagian dari
karuniaNya (pada siang hari) dan supaya kamu bersyukur". [Al Qashahs:
73].
Maka berdasarkan konsekwensi dari kesempurnaan hikmahNya, Ia menjadikan
seluruh aktivitas makhluk berhenti pada suatu waktu (yakni pada malam
hari) agar mereka beristirahat pada waktu tersebut, dan kemudian mereka
berpencar pada waktu yang lain (yakni pada siang hari) untuk berusaha
mendapatkan kemashlatan dunia dan akhirat. Hal yang demikian itu tidak
akan sempurna berlangsung kecuali dengan adanya pergantian siang dan
malam. Dan Dzat Yang Maha Kuasa mengatur semua itu tanpa bantuan
siapapun, Dialah yang berhak disembah” [1]
Jadi tidak hanya sebagai rutintas semata, tidur juga merupakan satu
wujud dari rahmatNya nan luas dan kemahakuasanNya yang sempurna.
Padanya tersimpan hikmah dan kemashlahatan bagi para makhluk. Tidur juga
merupakan satu simbol akan kekuasaanNya untuk membangkitkan makhluk
setelah Ia mematikan mereka.
Setidaknya tidur memiliki dua manfaat penting , sebagaimana yang dituturkan Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Zaadul Maad.
Pertama : Untuk menenangkan dan mengistirahatkan tubuh setelah beraktivitas. Sebagaimana firman Allah.
وَجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًا
"Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat". [An Naba : 9]
Kedua : Untuk menyempurnakan proses pencernaan makanan yang telah masuk
ke dalam tubuh. Karena pada waktu tidur, panas alami badan meresap ke
dalam tubuh sehingga membantu mempercepat proses pencernaaan.
TELADAN RASULULLAH DALAM MASALAH TIDUR
Pola tidur seseorang memiliki kontribusi cukup penting bagi aktivitasnya secara keseluruhan.
Kebiasaan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang waktu tidur
adalah teladan terbaik. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah
tidur melampaui batas yang dibutuhkan tubuh, tidak juga menahan diri
untuk beristirahat sesuai kebutuhan. Inilah prinsip pertengahan yang
Beliau ajarkan. Selaras dengan fitrah manusia. Jauh dari sikap ifrath
(berlebih-lebihan) ataupun tafrith (mengurangi atau meremehkan).
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam biasa tidur pada awal malam dan
bangun pada pertengahan malam. Pada sebagian riwayat dijelaskan, Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam tidur berbaring di atas rusuk kanan
Beliau. Terkadang Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidur terlentang
dengan meletakkan salah satu kakinya di atas yang lain. Sesekali Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam letakkkan telapak tangannya di bawah pipi
kanan Beliau. Kemudian Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa. Satu
catatan penting juga, Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah
tidur dalam kondisi perut penuh berisi makanan.
Diantara doa yang Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam ajarkan untuk
dibaca sebelum tidur adalah sebagaimana yang tertuang dalam hadits
berikut.
عَنِ البَرَّاء بنِ عَازِب، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم
قَالَ: (( إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَأْ وُضُوءَكَ للصَلاةِ، ثُمَّ
اضْطَّجِعْ على شِقِّكَ الأَيْمَنِ، ثُمَّ قُلْ: اللهُمَّ إِنِّي
اَسْلَمْتُ نَفْسِي إِلَيْكَ، وَوَجَهْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ، وَ فَوَضْتُ
أَمْرِي إِلَيْكَ وَ أَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ رَغْبَةً وَ رَهْبَةً
إِلَيْكَ لاَ مَلْجَأَ وَ لاَ مَنْجَا منك إَلاّ إِلَيْكََ ، أَمَنْتُ
بِكِتَابٍكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ وَ بِنَبِيِّكَ الذي أَرْسَلْتَ وَ
اجْعَلْهُنَّ آخِرَ كَلاَمِكَ فَإِنْ مِتَّ مِنْ لَيْلَتِكَ مِتَّ على
الفِطْرَة))
"Dari al Barra bin Azib, bahwa Rasululah bersabda,”Jika engkau hendak
menuju pembaringanmu, maka berwudhulah seperti engkau berwudhu untuk
shalat, kemudian berbaringlahlah di rusukmu sebelah kanan lalu
ucapkanlah doa:” Ya Allah sesungguhnya aku menyerahkan jiwaku hanya
kepadaMu, kuhadapkan wajahku kepadaMu, kuserahkan segala urusanku hanya
kepadamu, kusandarkan punggungku kepadaMu semata, dengan harap dan cemas
kepadaMu, aku beriman kepada kitab yang Engkau turunkan dan kepada nabi
yang Engkau utus” dan hendaklah engkau jadikan doa tadi sebagai penutup
dari pembicaranmu malam itu. Maka jika enkau meninggal pada malam itu
niscaya engkau meninggal di atas fitrah” [2]
Berkenaan dengan hadits di atas, Syaikh Salim Al-Hilali berkomentar,”
Lafazh-lafazh doa merupakan hal yang bersifat tauqifiyah (tidak bisa
ditetapkan kecuali dengan dalil), lafazh tersebut memiliki kekhususan
tersendiri dan rahasia-rahasia yang tidak dapat dimasuki oleh qiyas.
Maka wajib menjaga lafazh tersebut seperti apa yang datang dari
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu ketika Al
Barra tersalah mengucapkan,” وَ برَسُولِكَ الذي أَرْسَلْتَ” Maka Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam mengoreksinya dengan berkata,”Bukan begitu
[3], وَ بِنَبِيِّكَ الذي أَرْسَلْت َ”
Posisi berbaring seperti yang dijelaskan dalam hadits di atas adalah
posisi tidur terbaik yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Karena pada
posisi miring ke kanan, makanan berada dalam lambung dengan stabil
sehingga proses pencernaan berlangsung lebih efektif.
Adapun tentang posisi tidur yang terlarang, hadits berikut akan menjelaskan kepada kita.
عَنْ يَعِيْشَ بن طِخْفَةَ الغِفَاري رَضِي الله عنه قال : قال أَبي
بَيْنَمَا أَناَ مُضْطَجِعٌ في المَسْجِد ِعَلى بَطْنِي إِذَا رَجُلٌ
يُحَرِّكُنِي بِرِجْلِهِ فَقَال (( إَّنَّ هَذِهَ ضِجْعَةٌ يُبْغِضَها
اللهُ)) قال فَنَظَرْتُ، فَإِذَا رَسُولُ اللهِ
"Dari Ya’isy bin Thihfah ia berkata,”Ayahku berkata,” Ketika aku
berbaring (menelungkup) di atas perutku di dalam masjid, tiba-tiba ada
seseorang yang menggoyangkan tubuhku dengan kakinya lantas ia berkata,”
Sesungguhnya cara tidur seperti ini dibenci Allah” Ia berkata,”Akupun
melihatnya ternyata orang itu adalah Rasululullah” [4]
Syaikh Salim Al-Hilali menandaskan dalam Bahjatun Nazhirin, tidur
menelungkup di atas perut adalah haram hukumnya. Ia juga merupakan cara
tidur ahli neraka.
Dan dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga
melarang kita tidur dengan posisi sebagian tubuh terkena matahari dan
sebagiannya lagi tidak.
Dari Abi Hurairah Radhiyallahu 'anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
إِذَ كَان أَحَدُكُمْ في الشَمْسِ فَقَلَصَ عَنْهُ الظِلُّ، فَصَارَ بَعْضُهُ في الشَمْسِ و بَعْضُهُ في الظِلُّ فَلْيَقُمْ
“Jika salah seorang diantara kalian berada di bawah matahari, kemudian
bayangan beringsut darinya sehingga sebagian tubuhnya berada di bawah
matahari dan sebagiannya lagi terlindung bayangan, maka hendaklah dia
berdiri (maksudnya tidak tetap berada di tempat tersebut)” [5]
Tentang tidur siang, sebagian ulama ada yang membaginya ke dalam tiga kategori:
Pertama : Tidur siang pada tengah hari saat matahari bersinar terik.
Tidur ini biasa dilakukan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Kedua : Tidur pada waktu dhuha. Tidur ini sebaiknya ditinggalkan, karena
membuat kita malas serta lalai untuk berusaha meraih kemashlatan dunia
dan akhirat
Ketiga : Tidur pada waktu ashar. Ini merupakan waktu tidur yang paling jelek.
Sebagian salaf juga membenci tidur waktu pagi. Ibnu Abbas pernah
mendapati putranya tidur pada pagi hari, lantas ia berkata
kepadanya,”Bangunlah, apakah engkau tidur pada saat rizki dibagikan?”
Oleh karena itu sebaiknya tidur pagi ini ditinggalkan kecuali karena ada
satu alasan yang menuntut. Karena tidur pagi ini memberikan efek
negatif bagi tubuh berupa tertimbunnya sisa-sisa makanan di dalam perut
yang seharusnya terurai dengan berolahraga juga menimbulkan berbagai
penyakit.
Di atas telah disinggung bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
tidur pada awal malam dan bangun pada pertengahan malam. Beliau bangun
ketika mendengar kokok ayam jantan dengan memuji Allah dan berdoa.
الحَمْدُ اللهِ الَذِي أَحْيَاناَ بَعْدَ ما أَمَاتَناَ وَ إِلَيْهِ النُشُور
“Segala puji bagi Allah Yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan kepadanya seluruh makhluk kan dibangkitkan” [6]
Lalu Beliau bersiwak kemudian berwudhu dan shalat. Satu pengaturan yang
memberikan hak bagi fisik serta jiwa manusia sekaligus. Karena istirahat
yang cukup akan memulihkan kekuatan tubuh dan menopang kita agar dapat
beraktivitas dan beribadah dengan baik. Adapun shalat, merupakan
aktivitas ritual yang akan memberikan ketenangan bagi jiwa.
Dalam satu hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ تَعَارَّ مَنَ اللَيْلِ فقَال حِيْنَ يَسْتَيْقِظُ: لا إله اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ له، لَهُ المُلْكُ وَ لَهُ الحَمْدُ يُحْيِي وَ
يُمِيْتُ،بِيَدِهِ الخَيْرُ و هو على كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، سُبْحَان الله
وَ الحَمْدُ للهِ ولا إله إلا اللهُ و اللهُ أَكْبَرُ و لا حَوْلَ و لا
قُوَّةَ إلاَّ بالله، ثُمَّ قَال: اللهُمَّ اغْفِرْ لِي أَوْدَعا
اسْتُجِيبَ لَهُ، فَإِنْ قَامَ فَتَوَضَأُ ثُمَّ صَلَّى قُبِلَتْ صَلاَتُهُ
“Barangsiapa bangun pada malam hari, kemudian ia berdoa,” Tiada illah
yang berhak disembah melainkan Allah semata, tiada sekutu baginya,
milikNyalah segala kerajaan dan pujian, Yang Maha menghidupkan dan
mematikan, di tanganNyalah segenap kebaikan dan Dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu. Maha Suci Allah, segala puji bagiNya dan tiada illah
yang berhak disembah kecuali Allah, Allah Maha Besar, tiada daya serta
upaya melainkan dengan pertolongan Allah” kemudian setelah itu berdoa,”
Ya Allah ampunilah aku” ataupun doa yang selain itu niscaya dikabulkan
doanya. Kemudian apabila ia bangkit berwudhu lalu shalat maka akan
diterima shalatnya,”[7]
Sekiranya kita mengkaji lembar-lembar sunnah niscaya kita kan
mendapatkan petunjuk Rasulullah yang sempurna bagi umatnya. Tidak akan
ada yang mengingkarinya kecuali orang yang memiliki sifat nifaq dan
hasad dalam hatinya. Beliau telah memberikan teladan bagaimana kita
meraih keridhaan ilahi dalam setiap detik dari hidup kita, kendati dalam
masalah tidur.
Maka sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
.
Wallahu a’lamu bishshawab
Amatullah
Maraji:
1. Alquranul Azhiem berikut terjemahannya
2. Zaadul Ma’ad
3. Riyadush shalihin
4. Bahjatun nazhirin
_______
Footnote
[1]. Taisir Karimir Rahman 2/402 dengan rigkas
[2]. H.R Al Bukhari 11/93,95 dan Muslim (2710)
[3]. Bahjatun nazhirin hal 106
[4]. H.R Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad
[5]. H.R Abu Dawud (4821), Ahmad 2/383
[6]. H.R Al Bukhari
[7]. H.R Al Bukhari dan selain beliau
Selasa, 23 Juni 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar